Minggu, 27 Oktober 2013
Senin, 21 Oktober 2013
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK : GASTROENTERITIS & TYPES ABDOMINALIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN KASUS GASTROENTERITAS & TYPES ABDOMINALIS
( BESERTA CONTOH KASUS )
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Gangguan
pada saluran pencernaan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh kelainan
bawaab atau didapat. Gangguan akibat kelainan yang didapat disebebkan trauma
atau adanya infeksi baik pada saluran pencernaan atau diluar saluran cerna.
2.
Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kep Anak dan
untuk menambah wawasan kepada mahasiswa atau mahasiswi AKPER BK Palu tentang
penyakit G.E dan Types Abdominalis serta dapat mengetahui cara penyusunan askep
anak pada kasus G.E dan Tiypes Abdominali
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1.
Types Abdominalis
A.
Definisi
Types
abdominalis (demam tifoid,enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demamyang lebih dari satu
minggu, gangguan sistem pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit
ini adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen O (somatik,
terdiri zat kompleks lipopolisakarida) Antigen H (flagella) dan Antigen Vi.
Dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. (Ngastiyah, 2005)
B.
Patogenesis
Infeksi
terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap diusus halus, melalui pembuluh
limfe halus masuk kedalam peredaran darah diorgan organ terutama hati dan limpa
sehingga organ-organ tersebut akan membesar diserati nyeri pada perabaan. Kemudian
basil masuk kemabi kedalam darah (bakterimia) dan menyebar keseluruh tubuh
terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk
lonjong pada mukosa diatas plak nyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
sehingga gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
C.
Prognosis
Umumnya
prognosis tifus abdominalis pada anak baik, asal pasien cepat beobat,
mortalitas pada pasien yang dirawat ialah 6%. Prognosis menjadi tidak baik bile
terdapat gambaran klinis yang berat seperti :
a. Demam
tinggi (hiperpireksia) atau febris kontnia
b. Kesadaran
sangat menurun (sopor, koma atau delirium)
c. Terdapat
komplikasi yang berat misalnya, dehidrasi dan asidosis, perforasi
D.
Komplikasi
Pada
usus halus. Umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
a. Perdarahan
usus. Bila hanya sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benizidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri
perut dengan tanda – tanda rejatan
b. Perforasi
usus, timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai perineum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen
yang dibuat dalam keadaan tegak
c. Peritonitis.
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus,
ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defence musculair)
Komplikasi
diluar usus : terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia),
yaitu meningitis, kolesistitis, ensafalopati, dan lain – lain. Terjadi karena
infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia
E.
Gambaran Klinis
Gambara
klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa
tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala, prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Gambaran klinis
yang biasa ditemukan adalah :
a. Demam.
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersidat febris remiten dan
suhu tinggi sekali. Selama minggu pertama suhu berangsur-angsur naik setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam : pada minggu
ketiga sushu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga
b. Gangguan
sistem pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah (rengaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen
dapat ditemukan keadaan perut krmbung (mateorismus). Hati dan limpa membesar
disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat
diare dan normal
c. Gangguan
kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali) penyakitnya
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin
terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
roseola, yaitu bintik-bintik kemrahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
dan dapat ditemukan pada minggu demam. Kadang – kadang ditemukan pula
bradikardia dan epistakis pada anak besar
Relaps
atau kambuh ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah sushu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps
terjadi terdapatnya basil dalam organ – organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun zat anti. Mungkin terjadi pada, waktu penyembuhan tukak,
terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis
F.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah
tepi. Terdapat gamabaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia
pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
Pemeriksaan darah tepi ini sederhana dan mudah dikerjakan di laboaratorium yang
sederhana, tetapi hasilnyaa berguna, untuk membantu menentukan penyakitnya
dengan cepat (adakalanya dilakukan pemeriksaan susmsusm tulang belakang (jarang
sekalai) bila hal ini dilakukan daerah yang dipungsi, dapat pada tibia, perlu
dilakukan pembersihan ekstra kemudian dikompres dengan alkohol
b. Darah
untuk kultur (biakan empedu) dan widal. Biakan empedu untuk menemukan
salmonella thyposa dan pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat
menentukan diagnosa tifus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu
dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya (diperlukan darah vena
sebanyak 5cc untuk kultur / widal) :
·
Biakan emepedu basil salmonella typhosa dapat
ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih
sering ditemukan dalam urine dan feses, dan mungkin akan tetap positif untuk
waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah
digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh
urine dan feses 2 kali berturut turut digunakan untuk menentukan bahwa pasien
telah benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (carier)
·
Pemeriksaan widal
Dasar
pemeriksaan ialah reaksi aglunitasi yang terjadi bila serum pasien tifoid
dicampur dengan suspensi antigen salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif
ialah yang terjadi aglutinasi. Dengan jalan menegncerkan serum : maka kadar zat
anti dapat ditentukan, yaitu penegenceran tertinggi yang masih menimbulkan
aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat antu
terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukan
kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut
mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan pasien
Titer
tehadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi
setelah mendapat imunisasi bila pasien telah lama sembuh.
Pemeriksaan
Widal tidak selalu positif walaupun pasien sunggug sunggu menderita tifus
abdominalis (disebut negatif semu). Sebaiknya titer dapat postif semu karena
keadaan sebagai berikut :
a. Titter
O dan H karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil Coli patogen
pada usus
b. Pada
neonatus, zat anti tersebut diperoleh ibunya melalui tali pusat
c. Terdapat
infeksi silang dengan Rickettsia (Welix Felix)
d. Akibat
imunisasi secara alamiah karena masuknya basil per oral pada keadaan infeksi
subklinis
Perlu
diketahui bahwa ada jenis dari demam tifoid yang mempunyai gejala hampir sama,
hanya bedanya demam biasanya tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang
terdapat pada paratifoid A, B, C. Untuk menemukan kuman penyebab perlu
pemeriksaan darah seperti tifoid biasa
G.
Penatalaksanaan Medis
Pasien
yang dirawata dengan diagnosis observasi tifus abdominlais harus dianggap dan
diperlukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan
sebagai berikut :
·
Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan
ekskreta
·
Perawatan, yang baik untuk menghindari
komplikasi, menginggat sakit yang alama, lemah, anorekasi, dan lain lain
·
Istrirahat selama demam sampai dengan
2minggu setelah suhu normal kemabali (istirahat total), kemudian boleh duduk;
jka tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan diruangan
·
Diet. Makanan harusmengandung cukup
cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak
serat: tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila
kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika
kesadran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak
·
Obat pilihan ialah kloranfenikol,
kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat lainnya seperti
kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut
mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah
mungkin pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan
·
Bila terdapat kompilkasi, terapi
disesuaikan dengan penyakitbya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan
cairan secara intravena dan sebagainya
2. GASTROENTERITIS
A.
Pengertian :
Diare
dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti
malabsorbsi. Diare sebenaranya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada
sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “ penyakit diare “, karena dengan sebutan
panyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa
bencana bila terlambat
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali
pada anak : konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampr lendir dan darah atau lendir saja
B.
Etiologi (Penyebab)
1. Faktor
infeksi
a. Infeksi
enteral : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :
·
Infeksi bakteri : Vibroi, E,coli,
Salmonella, Shigella, Vampylobacter, Yersinia, Aeromionas, dan sebagainya
·
Infeksi Virus : Enterovirus (virus ECHO,
Coxsackie, Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, Astrovirus,dan lain lain
·
Infeksi parasit : cacing (Ascaris,
Trichuris, Oxyuris, Strongyloides) : protozoa (Entamoeba histolytica, Guarda
lamblia, Trichomonas hominis) ; jamur (candida (albicans)
b. Infeksi
parentral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media
(OMA), tonsilitis / tonsilfaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun
2. Faktor
malabsorbsi
·
Malabsosrbsi karbohidrat: disakarida
(intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa)
·
Malabsosbsi lemak
·
Malabsorbsi protein
3. Faktor
makanan, makanan basi,beracun,alergi terhadap makanan
4. Faktor
psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar)
C.
Patogenesis
Mekanisme
dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
1. Gangguan
osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam romgga usus. Isi rongga
usus yang berlibihan akan merangsang usus untuk menge;uarkan sehingga timbul
diare
2. Gangguan
sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya
toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit
kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi
rongga usus
3. Gangguan
motalitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerab makanan sehingga timbul diare.
Sebaiknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya timbul diare pula
D.
Patofisiologi
Sebagai
akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi ;
1. Kehilangan
air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
asam basa (asidosis metabolik, hipoklemia)
2. Gangguan
gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertmabah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan
sirkulasi darah
E.
Komplikasi
Komplikasi
kehilangan akibat diare :
1. Dehidrasi
(ringan sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan
hipovelemik
3. Hipoklamia
(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lrmah, bradikardia, perubahan
elektrokardiogrma)
4. Intoleransi
sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktasi.
5. Kejang
terjadi pada dehidrasi hipertonik
6. Malnutrisi
energi protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
F.
Gambaran Klinis
Mula
– mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasnya meningkat, nafsus makan
berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai
lendir dan darah. Warna tinja makin lama makinberubah kehijauan karena bercamor
dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena sering defekasi dan
tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang
berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala
muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam dan elekrolit.
Bila pasien telah kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
tanpak : yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan,sedang dan berat. Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi
dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik
G.
Penatalaksanaan Medis
Dasar
pengobatan diare adalah :
1. Pemberia
cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
Pemberian cairan pada pasien diare
dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum
a. Cairan
per oral :
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan
sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO3,KCL,dan glukosa. Untuk diare akut dan kolrea pada anak diatas diatas
umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. Pada abaka dibawah umur 6bulan dengan
dehidrasi ringan/sedang kadar Natrium 50-60 mEq/L. Pada anak dibawah umur
6bulan dengan dehidrasi ringan/sedang kadar natrium 50-60 mEq/L. Formula
lengkap sering disebut oralit. Sedang kadar natrium 50-60 mEq/L. Formula
lengkap sering disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri
(formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NACL dan sukrosa),
atau air tajin yang diberi garam dan gula, untuk pebgobatan sementara dirumah
sebelum dibawah berobat kerumah sakit/pelayanan kesehatan untuk mencegah
dehidrasi
b. Cairan
parenteral:
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan
yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk bayi dan pasien
MEP. Tetapi kesemuanya bergantung tersedianya cairan setempat, pada umumnya
cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia difasilitas kesehatan dimana saja.
Mengenai pemberian cairan seberapa banyak yang diberikan bergantung dari
beart/ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan
berat badannya
c. Pemberian
cairan pasien MEP tipe marasmik. Kwashiorkor dengan diare dehidrasi berat.
Selain pemberian cairan pada pada pasien pasien yang telah disebutkan masih ada
ketentuan pemberian cairan cairan pada pasien lainnya misalnya pasien
bronkopneumonia dengan diare atau pasien dengan kelainan jantung bawaan, yang
memerlukan jenis cairan yang berbeda beda dan kecepatan pemberiannya yang
berlebihan pula. Bila kebetulan menjumpai pasien-pasien tersebut sebelum
memasang infus hendaknya menanyakan dahulu kepada dokter
2. Dietetik
(cara pemberian makanan)
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak
diatas 1 tahun dengan berat badan kurang 7 kg jenis makanan :
·
Susu (ASI dan atau susu formula yang
mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Amiron atau
sejenis laninnya)
·
Makanan stengah padat (bubur) atau
makanan pada (nasi tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
biasa.
·
Susu khusus yang disesuaikan dengan
kelainan dengan kelainan ditemukan misalnyanya susu yang tidak mengandung
laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh
3. Obat
– obatan
Prinsio pengobatan diare ialah mengantikan cairan
yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah. Dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat iain (gula, air tejin,
tepung beras dan sebagainnya)
BAB III
TINJAUAN KASUS
1.
KASUS TYPES ABDOMINALIS
A. HASIL
ANAMNESE
1.
Data Demografi
a. Biodata
·
Nama :
An.B
·
Umur :
7 Tahun
·
Jenis Kelamin : Perempuan
·
Alamat :
Jl.Bali No.33
·
Agama :
Kristen Protestan
·
Diagnosa Medik : Types Abdominalis
·
No Medical Record : 28-06-91
·
Tgl Masuk : 30-05-2013 Pukul 10.00 Wita
·
Tgl Pengkajian : 30-05-2013 Pukul 10.05 Wita
b. Biodata
Penangung Jawab :
·
Nama : Ny.E
·
Umur : 35 Tahun
·
Jenis Kelamin : Perempuan
·
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
·
Hubungan Dengan Klien : Ibu
2.
Keluhan Utama :
Panas
Pada Malam Hari
3.
Riwayat Kesehatan
a) Riwayat
Kesehatan Sekarang
Ibu An.B datang ke UGD membawa anakya An.B
yang berumur 7 tahun dengan keluhan anaknya rewel sejak tgl 28-05-2013, suhu badan
anaknya tiba tiba naik pada malam hari dan turun pada siang hari. Ibu klien
mengira itu hanya panas biasa ibu klien hanya memberikan obat penurun panas
yang dibeli diwarung. Karena panas klien tidak ada perubahan muncul pada malam
hari dan turun pada siang hari, akhirnya pada tanggal 30-05-2013 pukul 10.00
wita ibu klien membawa klien kerumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Ibu
klien juga mengatakan nafas anaknya berbau tidak sedap dan bibirnya pecah-pecah
dan anaknya lesu tidak ada semangat, serta nafsu makan An.B kurang
b) Riwayat
penyakit masa lalu
Ibu klien mengatakan anaknya tidak
pernah mengalami penyakit yang serupa, An.B mengeluh perutnya kembung setelah
pulang sekolah pada tanggal 28-05-2013 dan pada malam hari An.B menjadi demam/
ibu klien juga mengatakan anaknya mendapatkan imunisasi lengkap dan An. tidak
mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat
c) Riwayat
Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga mereka
tidak pernah riwayat penyakit yang sama seperti klien, dan ibu klien juga mengatakan
keluarga mereka tidak pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan, seperti
(Hipertensi,DM) dll
4.
Pemeriksaan Fisik
a) Secara
Umum :
·
Tingkat Kesadaran :
Samnolen
GCS : E=2 , V=4, M=5=11
·
TTV :
S=39OC
P=24 x/menit
Nadi = 100 x/menit
·
Pengukuran Antropometri
BB= 20 kg
TB : 130 cm
b) Head
to Toe
Ø Rambut
:
Inspeksi : Turgor kulit baik,kulit
kering,tidak terdapat clubbingfinger, warna kuku merah muda, warna rambut hitam
Ø Kepala:
Inspeksi : Bentuk kepala oval,tidak terdapat
pembengkakan,tidak terdapat tanda-tanda infeksi,pertumbuhan rambut rata
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada
bagian kepala
Ø Mata:
Inspeksi : Tidak terdapat pembengkakan
pada bagian mata, konjungtiva merah mudah,sclera putih,tidak terdpatkat katarak
infantir
Ø Telinga
:
Inspeksi : Warna kulit telinga sama
dengan warna wajah, telinga kiri simetris kiri dan kanan
Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan
nyeri tekan pada bagian telinga
Ø Hidung
:
Inspeksi : Tidak terdapat sekret, warna
mukosa merah mudah, tidak terdapat cairan dalam hidung
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
pada hidung
Ø Mulut
:
Inspeksi : Lidah tertutup selaput putih
kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, napas berbau tidak sedap,
bibir kering dan pecah (rengaden)
Ø Leher
:
Inspeki : Warna leher sama dengan warna
wajah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
Ø Dada
:
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan
kanan, pengembangan dada simetris
Auskultasi : Bunyi napas
bronkovesikuler, Bunyi jantung s1&s2 lup dup
Ø Punggung
:
Inspeksi : Bentuk tulang belakang
normal, terdapat roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan
Ø Abdomen
:
Inspeksi : Warna abdomen sama dengan
warna bagaian dada, kontur abdomen sedikit cembung (kembung), terdapat
pembesaran hati dan limfa, tidak terdapat hernia umbilikus
Auskultasi : Peristaltik ususk 2x/menit,
Perkusi : Bunyi timpani dan pekak pada
bagian abdomen
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada
bagian hati dan limfa
Ø Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : Terdapat roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan,
tidak terdapat pembengkakan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
pada bagian Ekstremitas atas
Ø Ekstremitas
Bawah
Inspeksi : terdapat roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
pada bagian Ekstremitas atas
5.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ø Darah
tepi. Terdapat gamabaran leukoenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan
Ø Darah
untuk kultur (biakan empedu) dan widal. Biakan empedu untuk menemukan
salmonella thyposa dan pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat
menentukan diagnosa tifus abdominalis secara pasti.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Hipertermi b/d efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
2.
Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
3.
Intoleransi aktivitas b/d peningkatan
kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermi
b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : Mendemonstrasikan suhu dalam
batas normal
Intervensi :
1. Pantau
suhu klien
R/ : Suhu 38o sampai 41,1o
menunjukan proses peningkatan infeksi akut
2. Pantau
suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan
indikasi
R/ : Suhu ruangan atau jumlah selimut
harus dirubah, mempertahankan sushu mendekati normal
3. Berikan
kompres hangat
R/ : Dapat membantu mengurangi demam
4. Kolaborasi
pemberian antipireatik
R/ : Untuk mengurangi demam dengan aksi
sentralnya hipotalamus
2. Perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi pasien terpenuhi
Intervensi
:
1. Dorong
tirah baring klien
R/ : Menurunkan kebutuhan matabolik
untuk meringankan penurunan kalori dan simpanan energi
2. Anjurkan
klien istirahat sebelum makan
R/
: Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi makan
3. Berikan
kebersihan oral
R/ : Mulut bersih dapat meningkatkan
nafsu makan
4. Sediakan
makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan
R/ : Lingkungan menyenangkan stress dan
konduktif untuk makan
5. Jelaskan
pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ : Nutrisi yang adekuat akan membantu
proses penyembuhan
6. Kolaborasi
pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi
3. Intoleransi
aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan : Melaporkan kemampuan melakukan
peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1. Tingkatkan
tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ : Menyediakan energi bagi yang
digunakan untuk penyembuhan
2. Ubah
posis dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik.
R/ : Meningkatkan fungsi pernafasan dan
meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkanresiko kerusakan
jaringan
3. Tingkatkan
aktifitas sesuai toleransi
R/ : Tirah baring lama menurunkan
kemampuan karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istrirahat
4. Berikan
ankivitas hiburan yang tepat (nonton Tv,radio)
R/ : Meningkatkan relaksasi dan hambatan relaksasi
2.
KASUS GASTROENTERITIS
A. HASIL
ANAMNESE
1.
Data Demografi
a. Biodata
·
Nama :
An.L
·
Umur :
9 Tahun
·
Jenis Kelamin : Laki-Laki
·
Alamat :
Jl.Kijang No.44
·
Agama :
Islam
·
Diagnosa Medik : Types Abdominalis
·
No Medical Record : 28-06-91
·
Tgl Masuk : 35-05-2013 Pukul 16.00 Wita
·
Tgl Pengkajian : 30-05-2013 Pukul 16.05 Wita
b. Biodata
Penangung Jawab :
·
Nama : Tn.D
·
Umur : 40 Tahun
·
Jenis Kelamin : Perempuan
·
Pekerjaan : PNS
·
Hubungan Dengan Klien : Ayah
2.
Keluhan Utama :
BAB
Cair kurang lebih 6x disertai lendir
3.
Riwayat Kesehatan
a) Riwayat
Kesehatan Sekarang
Ayah An.L mengatakan anaknya tadi pagi cengeng,
dan gelisah suhu badan An.L sedikit meningkat, anak An.N tidak mau makan / tidak
ada nafsu makan. Kemudian pada siang hari An.L BAB cair kurang lebih 6x kali disertai
lendir, kemudian keadaan An.Klien menjadi lemas. Akhirnya pada tgl 25-06-2013 pukul
16.00 wita Ayah klien membawa klien ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
b) Riwayat
penyakit masa lalu
Ayah klien mengatakan anaknya tidak
pernah mengalami penyakit yang serupa. I bu klien juga mengatakan anaknya
mendapatkan imunisasi lengkap dan An. tidak mempunyai alergi terhadap makanan
maupun obat
c) Riwayat
Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan keluarga mereka
tidak pernah riwayat penyakit yang sama seperti klien, dan ibu klien juga
mengatakan keluarga mereka tidak pernah mempunyai riwayat penyakit keturunan,
seperti (Hipertensi,DM) dll
4.
Pemeriksaan Fisik
a. Secara
Umum :
·
Tingkat Kesadaran :
Kompos Mentis
GCS : E=4 , V=5, M=6=15
·
TTV :
S=38OC
P=24 x/menit
Nadi = 95 x/menit
·
Pengukuran Antropometri
BB= 15 kg
TB : 135 cm
c) Head
to Toe
Ø Rambut
:
Inspeksi : Turgor kulit kurang,kulit
kering,tidak terdapat clubbingfinger, warna kuku merah muda, warna rambut hitam
Ø Kepala:
Inspeksi : Bentuk kepala oval,Ubun-Ubun
cekung tidak terdapat pembengkakan,tidak terdapat tanda-tanda
infeksi,pertumbuhan rambut rata
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada
bagian kepala
Ø Mata:
Inspeksi : Cekung, Tidak terdapat
pembengkakan pada bagian mata, konjungtiva merah mudah,sclera putih,tidak
terdpat katarak infantir
Ø Telinga
:
Inspeksi : Warna kulit telinga sama
dengan warna wajah, telinga kiri simetris kiri dan kanan
Palpasi : Tidak terdapat benjolan dan
nyeri tekan pada bagian telinga
Ø Hidung
:
Inspeksi : Tidak terdapat sekret, warna
mukosa merah mudah, tidak terdapat cairan dalam hidung
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
pada hidung
Ø Mulut
:
Inspeksi : warna lidah merah muda,
mukosa mulut kering
Ø Leher
:
Inspeki : Warna leher sama dengan warna
wajah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
Ø Dada
:
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan
kanan, pengembangan dada simetris
Auskultasi : Bunyi napas
bronkovesikuler, Bunyi jantung s1&s2 lup dup
Ø Punggung
:
Inspeksi : Bentuk tulang belakang normal
Ø Abdomen
:
Inspeksi : Warna abdomen sama dengan
warna bagaian dada, kontur abdomen sedikit cekung, tidak terdapat pembesaran
hati dan limfa, tidak terdapat hernia umbilikus
Auskultasi : Peristaltik ususk 40x/menit,
Perkusi : Bunyi timpani dan pekak pada
bagian abdomen
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada
lambung
Ø Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : Tidak terdapat pembengkakan pada ekstremitas
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
pada bagian Ekstremitas atas
Ø Ekstremitas
Bawah
Inspeksi : Tidak terdapat pembengkaka
pada ekstremitas
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan
pada bagian Ekstremitas atas
5.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan
tinja
· Makroscopis
dan microscopis
· PH
dan kadar gula dalam tinja kental lakmus dan tablet clinitest bila diduga terdapat intoleransi gula.
· Bila
perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
b. Pemeriksaan
darah
· Darah
perifer lengkap dan elektrolit terutama Na, K, Ca
· Darah
serum pada diare.
c. Pemeriksaan
kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal
d. Pemeriksaan analisa gas darah.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
b. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang
kurang
c. Resiko peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap diare.
d. Resiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan peningkatan frekuensi diare.
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan Skunder terhadap diare
Tujuan :
§ Setelah dilakukan tindakan
keperawatan keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
§ Tanda vital dalam batas normal (N:
120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <25x/menit>
§ Turgor elastik , membran mukosa
bibir basah, mata tidak cekung, UUB tidak cekung.
§ Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1
kali perhari.
Intervensi :
§ Pantau tanda dan gejala kekurangan
cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume
cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
§ Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju
filtrasi glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.
§ Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan ,
penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
§ Anjurkan keluarga untuk memberi
minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
· Kolaborasi :
§ Pemeriksaan laboratorium serum
elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan
elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
§ Cairan parenteral ( IV line ) sesuai
dengan umur
R/ Mengganti
cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
§ Obat-obatan : (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan
sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses
absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.
b. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
dan out put
Tujuan:
§ Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
§ Nafsu makan meningkat
§ BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
§ Diskusikan dan jelaskan tentang
pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau
dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu
panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
§ Ciptakan lingkungan yang bersih,
jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi
yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
§ Berikan jam istirahat (tidur) serta
kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/
Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
§ Monitor intake dan out put dalam 24
jam.
R/
Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
§ Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain
:
a.
terapi gizi
: Diet TKTP rendah serat, susu.
b.
obat-obatan
atau vitamin ( A)
R/
Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
c. Resiko
peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari
diare
Tujuan :
§ Setelah dilakukan tindakan
keperawatan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
§ Suhu tubuh dalam batas normal (
36-37,5 C)
§ Tidak terdapat tanda infeksi (rubur,
dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
§ Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi
dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
§ Berikan kompres hangat
R/
merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
§ Kolaborasi pemberian antipirektik
R/
Merangsang pusat pengatur panas di otak
d. Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan :
§ Setelah dilakukan tindaka
keperawatan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :
§ Tidak terjadi iritasi : kemerahan,
lecet, kebersihan terjaga
§ Keluarga mampu mendemontrasikan
perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
§ Diskusikan dan jelaskan pentingnya
menjaga tempat tidur
R/
Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
§ Demontrasikan serta libatkan
keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta
alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi
kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
§ Atur posisi tidur atau duduk dengan
selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi,
mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Types
abdominalis (demam tifoid,enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demamyang lebih dari satu
minggu, gangguan sistem pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit
ini adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen O (somatik,
terdiri zat kompleks lipopolisakarida) Antigen H (flagella) dan Antigen Vi.
Dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut.
Diare
dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti
malabsorbsi. Diare sebenranya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada
sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih dikenal dengan “ penyakit diare “, karena dengan sebutan
panyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit diare
terutama pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa
bencana bila terlambat
Diare
ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali
pada anak : konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula
bercampr lendir dan darah atau lendir saja
2.
Saran
Diharapkan
setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami dan dapat mempraktekan
asuhan keperawatan pada anak dengan kasus G.E dan Types Abdominalis pada
lingkup praktek keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
v Ngastiyah
(2005). Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran
Langganan:
Postingan (Atom)